Ada apa di ujung jalan?



Hari ini rumput liar mengajakku berbincang. Sebenarnya ini bahkan bukan semacam perbincangan, ini seperti  interogasi, aku sebagai tersangka.

Rumput liar bertanya, ‘kamu mau kemana?’
‘Berjalan sampai ujung, untuk menemui dia yang aku yakini’, jawabku.
‘Apakah ada jaminan kamu akan bertemu dia yang kamu yakini di ujung jalan?’
‘Tidak’
‘Lalu kenapa kamu masih berjalan?’
‘Karena aku yakin. Aku tidak berjalan pada sebuah kepastian, tapi keyakinan’
‘Kamu akan begitu lelah berjalan’
‘Itu resiko yang sudah aku pilih’
‘Tapi jalan ini terlalu panjang dan terjal, kamu yakin memilih jalan yang ini?’
‘Ya’
‘Jika dia tidak ada di ujung jalan, bagaimana?’
‘Ada’
‘Jika tidak ada?
Aku tersenyum, ‘ jika memang dia tidak ada aku akan menangis dan tertawa di ujung jalan untuk melepaskan....lalu berjalan lagi untuk mencari permulaan’
‘Itu akan sulit’
‘Ya, sangat sulit. Aku tau. Sangat sulit’
‘Jika aku menjadi kamu aku tidak akan berjalan pada jalan yang semacam ini, itu terlalu naif dan beresiko’
‘Sayangnya, kamu tidak akan menjadi aku. Kamu berdiam dan aku berjalan’

Pikiranku menerawang jauh oleh bayangan tentang ujung jalan. Satu hal yang tidak ingin aku bicarakan adalah segala hal tentang dia yang akan aku temui pada ujung jalan. Aku menghindari membicarakan hal-hal tentangnya bukan karena aku membencinya atau tidak yakin padanya, sama sekali tidak begitu. Hanya saja untuk sampai di ujung jalan, jalan ini masih panjang, buat apa dipikirkan. Dan dengan membicarakan aku akan memikirkan, itu samasekali tidak perlu. Saat ini aku tidak berjalan bersamanya. Aku memiliki jalan ku dan dia memiliki jalan nya. Apa yang ada di ujung jalan bukan sesuatu yang harus aku pikirkan sepanjang jalan.
Biarkan saja jalan panjang ini yang akan menguji keyakinanku dan keyakinannya. Aku hanya harus memikirkan bagaimana caranya berjalan dengan benar, bukan menghawatirkan dan berangan-angan tentang ujung jalan. Bisa-bisa aku terjatuh terantuk batu jika aku tak memikirkan apa yang ada di depanku.

‘Oiya, rumput liar...aku teringat sesuatu’, kataku
‘Kenapa?’
‘Sepertinya batu-batu ini bisa kita ubah jadi tanah yang lembut’
‘Benarkah? bagaimana caranya?
‘Kamu, hujan dan matahari bisa bekerjasama, mari aku tunjukkan’

Setelahnya kami berteman baik, membicarakan bagaimana menaklukkan kerasnya batu. Apa yang ada di ujung jalan tidak pernah lagi menjadi pembicaraan kami. Apa yang ada di ujung jalan, adalah keyakinanku yang tidak perlu dipikirkan atau dibicarakan. Sekarang, saatnya menaklukkan bebatuan.




Yogyakarta 14-12-14
“8954”

Thank you for this post, my best friend <3

Postingan populer dari blog ini

Putri Tineke

Selamat Pagi Jogja

Kakek