Mengemas Perjalanan Dalam Cerita (2 Juni-13 Juni 2016)
Perjalanan ini
dimulai bukan ketika saya menginjakan kaki pertama kali di Bandara Jogja menuju
sebuah kota bernama Amsterdam. Bukan. Tapi perjalanan ini dimulai ketika saya
berniat untuk mengirimkan abstrak skripsi ke sebuah acara konferensi
Internasional, ISCOMS 2016 (International Student Conference of (Bio) Medical
Sciences di Groningen, Belanda. Pada awalnya, niat tersebutpun muncul bukan
karena diri sendiri. Sahabat saya, Ruli Aulia, mengajak saya mendaftarkan hasil
penelitian saya ke konferensi tersebut.
Selain ajakan
dari sahabat saya tersebut, saya juga pernah terinspirasi dari sebuah postingan
di facebook dari Kak Tria Rahmawati. Beliau menyebutkan dalam postingannya,
“Jangan biarkan skripsi kita hanya berakhir diperpustakaan”. Sepenggal kalimat
tersebut, ternyata secara diam-diam terekam dalam alam bawah sadar saya.
Tanpa ragu,
pada bulan februari 2016, saya mendaftarkan abstrak skripsi saya. Selanjutnya
saya hanya tawakal, kalau Allah memang menakdirkan saya berangkat untuk
menginjakkan kaki di Eropa, pasti Allah akan membukakan jalan-Nya. Sebulan
berlalu, saya mendapatkan email dari panitia ISCOMS 2016. Alhamdulillah,
melalui abstrak yang saya kirim tersebut, panitia mengumumkan bahwa saya
mendapat kesempatan untuk menjadi Poster presenter bidang Medical Biochemistry
dalam acara tersebut.
Setelah
mendapatkan Letter of Acceptance, saya mulai membuat proposal untuk pengajuan
dana. Ada beberapa list perusahaan yang saya petakan dan beberapa institusi
yang menjadi target untuk dikirimi proposal. Kesulitan kecil yang saya alami
ketika membuat proposal adalah ketika harus bolak-balik meminta tanda-tangan
wakil dekan di Fakultas. Saat itu, posisinya saya sedang menjadi Praktek kerja
profesi Apoteker di Apotek Garsen, jadi tidak stay di kampus. Ditambah lagi,
kalau mau ke fakultas farmasi UGM harus parkir ditempat yang agak jauh sehingga
menambah effort lagi. kadang-kadang yang bikin sedih, sudah jalan dari parkiran
ke kampus, sudah hampir telat ke Apotek, tapi proposalnya belum di
tanda-tangani. Jadi harus balik di lain waktu dan menunggu lagi. seminggu
berlalu, akhirnya pertolongan Allahpun datang. ternyata saat mau masuk ke
fakultas farmasi dan bawa motor bisa aja asalkan izin ke bapak satpam dan
menjelaskan apa yang akan kita lakukan. Untungnya, saya sudah kenal sama bapak
satpamnya sejak semester satu, jadi untuk izin bawa motor ke dalam fakultas
jadi lebih mudah. Sejak saat itu, saya selalu izin buat parkir didalam kampus
untuk urusan propsosal ini. Namun, ternyata ujian memang selalu datang
menghampiri tapi tetap tenang karena solusinyapun akan membersamai. Urusan
mengurus proposal semakin hectic dikarenakan saya harus pindah tempat PKPA
yaitu di Kimia Farma Bandung. Artinya, semua proposal harus sudah ready sebelum
saya berangkat. Seminggu terakhir sebelum ke bandung, saya fokus mencari
tanda-tangan dari wakil dekan saya lalu bolak-balik ke dirmawa untuk mengajukan
dana. Hari terakhir sebelum berangkat ke Bandung, sebenarnya ada satu surat
yang belum ditanda-tangani, saya sudah enggak bisa fokus lagi saat itu.
Alhamdulillahnya, sahabat saya, Ruli, membantu saya untuk meminta tanda-tangan
wakil dekan saya. Akhirnya bisa ke Bandung dengan tenang, tinggal mengirim
proposal-proposalnya dan itu bisa dilakukan di Bandung.
Selama di
Bandung, saya mencoba mengirimkan satu persatu proposal saya. Ada yang saya
follow up, namun sebagiannya tidak. Salah satu kesalahan saya adalah tidak
memfollow up semua proposal saya dengan baik, hanya karena saya pesimis. Jadi
yang saya follow up hanya dari fakultas farmasi, Dirmawa UGM, Dikti, dan
Kemenpora. Alhamdulillah, dari farmasi dan Dirmawa UGM akhirnya memberi
dukungan. Sedangkan Dikti dan kemenpora sampai sekarang belum memberikan
jawaban. Semoga ada kabar baik nantinya, Amiin. Tentunya, dana yang dibutuhkan
masih kurang. Sebenarnya ini cupu, tapi ya mau gimana lagi, terpaksa meminta
orang tua untuk membantu dan menghubungi beberapa relasi untuk membantu.
Dua bulan
sebelum keberangkatan, saya menyiapkan syarat-syarat untuk membuat visa
schangen. Kalau dulu waktu ke Taiwan, saya menyerahkan urusan visa ini ke
travel agent. Tapi sekarang, saya mengurusnya sendiri bersama ruli. Setelah
semua syarat lengkap, saya dan ruli ke Jakarta untuk membuat visa. Pertolongan
Allah datang lagi disana, untuk pembuatan visa ini tidak dikenai biaya, padahal
di website harusnya bayar Rp900.000,00. Memang Belanda baik, untuk mahasiswa
yang ikut konferensi maka akan dibebaskan dari biaya. Alhamdulillah dananya
bisa dialihkan untuk hal lain. Setelah dua minggu berlalu, saya meminta tolong
pada seorang teman di Jakarta. Saya membuatkan surat kuasa atas nama Ihkam
Aufar untuk pengambilan visa saya dan Ruli. Akhirnya, visapun dipegang oleh
teman saya tersebut, lalu dipindah tangankan ke teman yang lain bernama Ayunda
untuk dibawa ke Banyumas, karena Ruli Koas disana. Lalu dari Banyumas dibawa
lagi ke Jogja. Kenapa ribet-ribet? Kok gak dikirim aja? Alasannya karena paspor
itu dokumen penting jadi lebih baik di jaga oleh orang-orang yang kita percaya.
Visa telah
ditangan, selembar stiker dari kedutaan Belanda itu sudah menempel disalah satu
lembar paspor saya. Tahap selanjutnya adalah hunting tiket yang hemat.
Berkali-kali searching di skyscanner untuk mencari harga tiket terhemat. Pada
akhirnya saya putuskan untuk membeli tiket Etihad Airways dari Kuala
Lumpur-Amsterdam PP dan AirAsia Yogyakarta-Kuala Lumpur PP. Satu tips hemat
untuk ke Eropa, lebih baik beli tiket ke Eropa dari Kuala Lumpur karena bisa
hemat sampai 2 jutaan di bandingkan langsung berangkat dari Indonesia ke Eropa.
Alasan memilih Etihad karena transitnya tidak terlalu lama 3-4 jam, saya rasa
itu masih bisa di toleransi. Karena ada juga maskapai penerbangan yang hemat,
tapi lama transitnya sekitar 10-16 jam, saya rasa itu kurang efektif dan
terlalu melelahkan. Apalagi buat saya, yang sendirian ke amsterdam, bisa bosan
banget, mau jalan-jalan dulu di tempat transitnya juga takut nyasar nantinya.
Akhirnya,
urusan visa dan tiket sudah siap. Tugas selanjutnya adalah menyiapkan poster
dan belajar presentasinya. Disini ada tantangan lagi, yaitu saya tidak bisa
buat poster. Saya sudah mencoba ikut tutorial di Youtube tentang penggunaan
corel draw, tapi saya masih bingung. Lalu saya putuskan untuk meminta bantuan
seorang teman, Amelia Sakinah yang jago desain. Amel bersedia membantu asalkan
saya sudah menyiapkan kontentnya. Pada masa menyiapkan kontent ini, entah
kenapa saya lagi tidak bisa fokus. Padahal cuma buat kontent aja, tapi rasanya
sulit. Tidak selesai-selesai. Gak fokus karena lagi menyiapkan presentasi final
PKPA di Kimia Farma Bandung sepertinya.
Hingga
ujung-ujungnya, waktu saya tinggal di Bandung tinggal 4 hari lagi. Jadi
sepertinya tidak bisa meminta bantuan Amel. Saya memutar otak, memikirkan
beberapa teman yang jago desain di Jogja. Adalah Hanif Ibrahim Mumtaz yang saya
minta pertolongannya untuk membantu membuat poster. Selama dua hari saya
menyiapkan kontentnya lalu saya menyerahkannya ke Hanif. Setelah desain
posternya jadi, malam itu juga saya membawanya ke percetakan dan akhirnya bisa
diambil siang esok harinya.
Besoknya, saya
datang kepercetakan lagi. Alhamdulillah gulungan putih ukuran A0 itu sudah siap
untuk dibawa ke Belanda. Saatnya packing semua hal yang perlu dibawa paspor,
tiket yang diprint, baju, dan hal-hal lainnya. Tak lupa menghubungi kakak-kakak
di Belanda yang akan direpotin selama saya di Belanda. Lalu, tentu saja, yang
paling penting adalah gulungan A0 itu, Jangan sampai lupa.
Bismillah, Siap berangkat. Semoga perjalanan ini berkah dan bisa dapat ilmu yang baik :)
Yogyakarta, 14 Juni 2016
Yogyakarta, 14 Juni 2016