Europe, Here I Come
“Kalau selama ini nisa sering mengeluh, rasanya nisa malu sekali sama
Allah, kerena sungguh Allah sudah baik banget”
Sejak lama, saya
memiliki mimpi untuk bisa pergi ke Eropa. Saya kira akan seperti film Ainun
Habibie, tapi rejekinya ternyata enggak sejauh itu. Yaa tetap bersyukur, meski
saya harus berjalan sendirian. Sebenarnya ada teman juga yang sama-sama dari
Indonesia, Ruli Aulia. Tapi karena beda sponsor beda pula maskapai
penerbangannya. Saya dan Ruli berjanji untuk bertemu disana. Selain itu, saya
juga berjanji bertemu dengan Inna dan Lucky, teman yang belum saya kenal
sebelumnya di Indonesia. Jadi, begitu sampai Bandara Amsterdam sudah akan ada
temannya.
02 Juni 2016
Dari rumah
kontrakan Kejora, saya siap berangkat dengan satu koper, satu ransel, satu
gulungan poster ukuran A0, ditambah lagi sebuah tas seberat 9 kg yang berisi
buku hujan matahari dan lautan langit. Rempong? Enggak kok sebenarnya. Isi
kopernya setengah baju-baju setengahnya lagi makanan (Indomie, Roti sarigandum,
energen, dll). Berdasarkan cerita kakak-kakak yang tinggal di Eropa, makanan
disana harganya mahal-mahal .
Pukul 10.00 WIB,
saya berangkat ke Bandara Adi Sucipto untuk penerbangan tujuan Kuala Lumpur
pukul 12.15 WIB. Waktu boardingnya sekitar pukul sebelas, jadi saya yakin tidak
akan telat. Namun ternyata, jalanan ringroad ketika itu macet. Tidak seperti
biasanya. Saya deg-degan, kayaknya gara-gara adanya ujian masuk universitas
maka banyak yang datang ke Jogja. Singkat cerita, macetpun terlewati dan saya
bisa sampai di Bandara tepat waktu, walaupun agak tergesa-gesa ditempat
check-in dan diantrian imigrasi.
Atas izin
Allah, Pesawat itupun menerbangkan saya sampai di Kuala Lumpur dengan selamat.
Sesampainya disana, saya menurunkan tas 9 kg titipan teman saya itu dari kabin.
Ternyata berat juga tas 9 kg itu. Rencananya tas tersebut mau dimasukin bagasi
tapi ternyata overweight. Akhirnya, dari pesawat ke tempat Baggage Claim yang
jaraknya jauh banget saya menenteng tas itu sampai pegal. Bandara KLIA2
benar-benar luas.
Setelah selesai
dari urusan imigrasi, saya mengambil koper saya. Lalu saya menuju ke KFC yang
ada disana. Makan KFC sambil menunggu teman saya datang menjadi kebiasaan saya
kalau tiba di Kuala Lumpur. Soalnya teman saya lagi kerja, jadi saya harus
menunggu jam pulang kantor. Selain itu harus menunggu admin langit-langit
Malaysia juga untuk mengambil tas 9 kg itu. Kenapa saya suka menunggu di KFC
itu? Soalnya selain tempatnya nyaman, pemandangannya juga bagus. Saya sudah dua
kali menyaksikan matahari tenggelam di Kuala Lumpur dari sana. it’s really
nice.
Setelah sekitar
3 jam menunggu, akhirnya teman saya yang admin langit-langit, Elwani Majidah
datang. setelah bertukar kabar, sayapun menyerahkan tas 9 kg itu kepadanya. Alhamdulillah,
berkurang satu tentengan. Huft. Kemudian, ketika Majidah hendak pamit pulang,
tiba-tiba Majidah memberikan saya 3 kotak coklat khas Malaysia. Sungguh baik
sekali teman saya ini. Lalu, majidahpun pulang.
Saya, masih
disana menunggu Endah, teman terbaik saya di Kuala Lumpur. Tidak lama setelah
majidah pulang, Endahpun datang. Koper, tas, dan poster saya masukkan kedalam
mobil. Kemudian bersiap menuju pusat kota K uala
Lumpur, ke rumah Endah lebih tepatnya. Pokoknya, kalau di Kuala Lumpur
InsyaAllah saya enggak akan terlantar, sama seperti di Bandung. Dua kota yang
selalu penuh kebaikan.
Sebelum tiba
dirumah, saya menemani Endah makan nasi kesukannya, saya tidak ikut makan
karena sudah melahap dua Ayam KFC. Tak lama, kamipun menyusuri jalanan kota
Kuala Lumpur. Endah heran, ketika saya menyebutkan jalanan yang kami lewati
bersama momen yang terjadi tahun lalu. Kata Endah, “kok kamu masih ingat?”.
Saya juga tidak tahu jawab apa, karena cuma ingat saja.
Akhirnya tiba
dirumah Endah, ternyata Endah sudah pindah. Kali ini Endah tinggal di Apatement
lantai 22. Dari ruang tamu Endah, pemandangannya bagus. Lukisan Langit malam
gelap ditemani lampu-lampu kota. Setelah bersih-bersih saatnya tidur, untuk
persiapan perjalanan selanjutnya, Amsterdam.
Sebelum
benar-benar terlelap, “Terima kasih ya Allah, karena ada Endah disini”.
04 Juni 2016
Penerbangan
selanjutnya, 04 Juni 2016. 02.10 AM. KLIA
Menjelang pergantian
tanggal 03 juni menuju tanggal 04 juni. Awalnya, jeda waktu satu hari di Kuala
Lumpur tidak akan digunakan untuk kemana-kemana. Adiknya Endah, yang bernama
Kak Yund mengajak saya bermain di Festival Bunga di Kuala Lumpur, FLORIA.
Jadinya dari siang sampai malam, kami bermain disana.
Pukul 11.00
PM, kami sudah sampai di rumah kembali. Saya bersiap-siap untuk ke Bandara lagi
bersama Endah. Pukul 11.30 PM saya dan Endah ke Bandara. Tiba-Tiba, hal tak
terduga terjadi lagi. Jalanan macet, padahal jarang-jarang di Kuala Lumpur
macet. Saya dan Endah sudah deg-degan, takut ketinggalan pesawat. Karena waktunya
sangat pas-pasan.
Ketika sudah
tidak macet lagi, Endah memacu kecepatan mobil dengan lebih tinggi. Mungkin sekitar
jam 00.30 AM, 4 Juni 2016, lebih kami tiba di Bandara. Endah meminta saya untuk
masuk duluan dan langsung check-in bagasi. Saya menarik koper saya sambil
membawa gulungan poster. Begitu saya masuk dibagian keberangkatan, saya mencari
layar jadwal maskapai yang ada. Saya mencari dimana counter pesawat Etihad. Saya
sempat bingung, kenapa warna screennya merah semua, artinya hanya ada jadwal
penerbangan pesawat AirAsia. Saya mengecek ulang tiket saya, “Astaghfirullah
ternyata pesawat Etihad ada di KLIA 1, dan saya sekarang di KLIA 2”. Nyali saya
langsung ciut. Saya berlari menuju bagian informasi, menanyakan kejelasan. Ternayata
benar, pesawat Etihad adanya di KLIA 1. Saya bertanya lagi, kalau mau ke KLIA 1
bagaimana? Ternyata harus naik train. Saya rasa enggak ada waktu lagi.
Kemudian, saya meminta tolong bagian informasi untuk menelepon Endah, namun
ternyata tidak tersambung. Kaki saya sudah lemas, sisa waktunya hanya 1 jam
lebih beberapa menit.
Lalu, tanpa
pikir panjang, saya memberanikan diri untuk meminta tolong pada salah seorang
yang ada di Bandara tersebut.
“Permisi kak, boleh
pinjem HP kakak sebentar untuk telpon teman saya?”. Alhamdulillah kakaknya
baik, dia memberikan Hpnya. Dengan tergesa-gesa saya menelepon Endah.
Tersambung.
“endah, kamu
dimana? Kita salah Bandara”
Tiba-tiba
seseorang menepuk pundak saya dan ternyata itu Endah.
“ayok cepat
kita pergi, tapi ambil mobil dulu di Lantai 7”.
Saya dan Endah
berlari-lari menuju parkiran mobil. Saya menggeret koper dengan sekuat tenaga. Sayangnya
beberapa barang saya diransel pakai acara jatuh berceceran, jadi harus memungut
satu persatu lagi. kaki saya tambah layu rasanya.
Sesampai
diparkiran, kami langsung menuju KLIA 1. Kata Endah, cuma butuh waktu 5 menit.
Dari KLIA 2 ke KLIA 1 kecepatan mobil Endah di percepat lagi. akhirnya sampai
juga di pintu keberangkatan internasional KLIA. Saya langsung masuk sementara
Endah menuju parkiran dulu. Saya kebagian Informasi menanyakan dimana counter
check-in Etihad karena sudah tidak sanggup mikir. Setelah diberi tahu, sayapun
masih terdiam. Lalu kemudian tersigap, dan berlari menuju counternya.
Astaghfirullah,
counter check-innya sudah sepi. Hanya ada satu orang lagi yang sama-sama telat.
Saya dimarahin sebentar sama petugas check-innya, kemudian saya meminta maaf
dengan alasan salah bandara. Enggak apa-apa dimarahin, yang penting kopernya
diterima.
Boarding pass
sudah ditangan, tertulis disitu Gate C16. Saya berlari-lari menuju bagian
clearance security, lalu berlari lagi menuju bagian imigrasi. Setelah lewat,
saya bertanya pada petugas bandara,
“Gate C16,
dimana ya pak?”
“Kamu harus
ambil train lagi”
OMG, gumamku
dalam hati.
Saya berlari
lagi. Menuju kereta. Syukurnya waktu itu kereta langsung datang dan langsung
bergerak menuju gate C. Kaki saya sudah lemas, layu, jantung ciut, keringat dinginpun
keluar. Saya tidak berani melihat jam lagi. Dipegangan kereta menuju gate
rasanya saya mau nangis, karena mimpi saya untuk menginjakkan kaki di Eropa sangat
mudah hilang, jika Allah mengizinkan itu.
Sambil memegang
besi pegangan dikereta, saya memejamkan mata. Saya mencoba meluruskan niat, dan
mencoba merayu Allah.
“Ya Allah,
tolong izinkan nisa untuk kesana. Nisa mau belajar, ya Allah. Ada banyak juga
orang-orang yang menitipkan doa ke nisa. Tolong kasih nisa kesempatan, Ya Allah”.
Setelah
mengucapkan kata-kata tadi dalam hati, masih di dalam kereta itu, saya membayangkan
wajah-wajah teman-taman saya yang menitipkan doa dan yang butuh didoain. Saya
mencoba mendoakan mereka satu persatu.
Semoga mbak I dan M segera punya anak yang shalih dan shalihah, Semoga C
dan I segera dapat kerja dan Jodoh, Semoga mbak N bisa umrah, nikah dan lanjut
S2, Semoga V bisa sembuh dari sakitnya, Semoga G dan J bisa segera selesai
skripsinya, semoga A bisa lancar presentasinya.
Keretapun berhenti,
pintu terbuka dan saya langsung lari mengikuti panah yang menunjukan Gate C16.
Ternyata Subhanallah, Gatenya masih jauh lagi. saya terus berlari. Tiba-tiba
ada dua orang bule yang berlari dibelakang saya dan kini berada di depan saya. Mereka
lari semakin jauh. Saya seperti kehilangan tenaga. Saya mencoba lari lagi, lari
lagi. namun mereka berdua semakin jauh. Tak ada cara lain selain menyemangati
diri sendiri.
“ayo nis,
kalau kamu gak lari dan berhenti disini, mimpimu akan hilang!”
Seketika saya
menambah kecepatan langkah kaki saya. Kemudian lari lebih cepat.
Akhirnya tiba
dipintu pesawat, alhamdulillah pintunya belum ditutup. Seorang pramugari
menyambut saya dan menunjukkan arah seat saya. Saya balas senyumnya dengan
senyum juga.
Hampir saja
ditinggal pesawat ini. Ketika duduk, nafas saya masih tersenggal-senggal. Mungkin
penumpang lain heran melihatnya, tapi saya tidak menghiraukan hal tersebut. Setelah
agak tenang, saya mengambil HP saya untuk mengirimkan pesan ke Endah. Tapi ternyata
Wifi sudah hilang dari Jangkauan.
Kemudian saya
langsung tertidur pulas, dan ketika bangun, sudah sampai Abu dhabi. Tak henti-hentinya
saya mengucapkan syukur. Kalau saja semalem, Allah tidak mengizinkan saya
pergi, maka saya tidak ada disini sekarang.
Transit 3 jam
di Abu dhabi. Lalu berlanjut ke penerbangan selanjutnya menuju Amsterdam. Disana
dua orang teman sudah menunggu, dan bersiap menyusuri kota Eindhoven dibagian
selatan the Netherlands.
11 Juni 2016
Siang hari, di
kota sejuk, Groningen. Saya, Ruli, dan Thoriq berpamitan dengan seseorang
mahasiswa Indonesia yang banyak membantu kami selama disana, Zahrina Mardina. Mahasiswi
Biomedical Enginering di University of Groningen yang mendapatkan beasiswa
Erasmus Mundus. Dari city center Groningen, kami berjalan menuju stasiun
Groningen Central. Kereta kami datang 10 menit, kami bertiga buru-buru naik ke
kereta agar tidak telat dan menunggu lebih lama lagi. jadwal transportasi disini
memang sangat presisi. Kami bertiga mendapatkan kursi yang nyaman. Kami bercerita-certita
di kereta dan kadang-kadang tertidur juga. Perjalanan dari Groningen Central
menuju Bandara Amsterdam sekitar 2,5 Jam.
Di Bandara, setelah
ruli check-in, saya menemaninya mencari oleh-oleh dan ikut-ikutan beli
oleh-oleh. Padahal sudah beli dari kemarin-kemarin. Kebiasaan, kalau lihat
sesuatu yang bagus, jadi kepikiran “Ini buat siapa ya cocoknya?. Setelah selesai
beli oleh-oleh, tidak lupa kami berfoto di depan bandara yang ada tulisan “I
amsterdam”.
Penerbangan
mereka 5 jam lebih awal dari saya. Jadi, saya akan menunggu lagi lebih lama
sendirian. Mereka melambaikan tangan seraya berjalan menjauhi saya. Sesaat
mereka menghilang dari pandangan, maka saya putuskan untuk mencari sebuah kursi
untuk menunggu 5 jam.
Saat saya
duduk di kursi, ada seorang anak kecil Belanda yang menghampiri. Saya mencoba
menyapanya, sayangnya ia tidak bisa berbahasa Inggris dan saya tidak bisa
berbahasa Belanda. Jadinya kita sama-sama tidak mengerti. Hanya bisa senyum dan
saling bertatap mata. Setelah anak kecil itu kembali ke ibunya, saya memutuskan
jalan-jalan menelusuri Bandara.
Pukul 20.00 PM
waktu Belanda. Saya mulai mengantri di check-in counter. Rasanya bahagia,
karena bisa santai, enggak deg-degan, dan enggak buru-buru menuju gate. Jadi
senyum sendiri “Gimana jadinya kalau enggak bisa berangkat kemarin?”. Mungkin kemarin
itu ujian sedikit dari Allah agar saya bisa meluruskan niat.
Boarding pass
saya sudah dicetak. Tapi cuma satu AMS-AUH, padahal harusnya ada dua. Saya bertanya
pada petugasnya, kata beliau, saya cuma butuh satu dan nanti cukup
memperlihatkan boarding pass di tablet saja. Setelah mengucapkan terima kasih,
sayapun berjalan lagi menuju gate. Pukul 21.40 PM penerbangan EY78, sayapun
meninggalkan Amsterdam.
15 Juni 2016
Pagi hari di
Abu Dhabi.
Saya tidak
puasa selama perjalanan ini. Menurut yang saya pelajari, Allah akan lebih
senang jika hadiahnya diambil. Ya, saya mengambil rukhsah bahwa jika dalam
perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa, namun harus mengganti di hari
lain. Karena perbedaan waktunya juga membingungkan, jadi memang lebih baik
tidak puasa.
Pukul 06.00 AM
waktu Abu Dhabi. Ketika para penumpang sudah dibolehkan untuk turun, saya
memperhatikan lagi barang-barang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Kemudian
bersama penumpang lainnya, saya menuju gedung terminal. Disana saya langsung
mencari transfer desk. Masih sepi, saya datangi satu petugasnya agar
mengeprintkan boarding pass saya dari AUH-KUL. Walaupun waktu di Belanda, sudah
dibilang tidak perlu print lagi tapi saya tetap melakukannya. Alasannya karena
tablet saya hampir habis batrei. Setelah itu, saya berjalan lagi menuju ruang
tunggu.
Boarding pass
itu sudah terselip ditangan. Tak lama saya mengeceknya. Saya agak heran saat
melihat boarding pass saya- Bussines 8C. “Hmmm, kayaknya semalem waktu online
check-in saya tidak memilih seat ini deh”. Saya cek lagi, tapi namanya sudah
benar “hmmm, mungkin memang ada perubahan, ya sudah deh enggak apa-apa. Mungkin
juga petugasnya kehabisan kertas makanya salah print”.
Saya berjalan
terus menuju gate dan menunggu selama 4 jam lagi. ketika beberapa saat sebelum
memasuki pesawat. Ada petugas yang melakukan pengecekkan boarding pass. Petugasnya
membentuk dua line, bussiness class di kiri dan economy class di kanan. Saya
belinya ekonomi, tapi boarding passnya bussines. Akhirnya saya putuskan untuk
ikut bording pass aja.
Di pesawat. Saya
mencari seat 8C. Ternyata langsung ketemu. Tapi saya kaget, “ini beneran
kursinya? Kok bagus banget?”. Saya cek lagi boarding passnya, “Iya bener 8C.
Yaudah duduk dulu deh”. Saya akhirnya duduk dan bersiap kalau disuruh pindah ya
harus terima-terima aja. Ternyata hingga
pesawat akan berangkat, saya masih tetap disana. Akhirnya saya menerima takdir.
Mungkin ini memang hadiah dari Allah. Tapi enggak tau juga, apakah ini
mengambil hak orang lain atau memang ada kursi bisnis yang kosong makanya
dipindah. Pelayanan dari pramugarinya beda banget disini. Di tawarin Jus,
ditawarin majalah, dikasi kacang dan masih banyak lagi. Makanan dipesawatnya
juga disajikan dengan cara yang beda. Saya anggap saja semua itu “rejeki anak
sholeh”, istilah orang indonesia kalau dapat rejeki tidak terduga. Perjalanan selama
8 jam, jadi terasa singkat disini. Alhamdulillah.
Pukul 22.20 PM
waktu Malaysia.
Saya mengaktifkan
tablet dan menghubungi teman saya.
“Endah, nisa
dah sampai KL. Jadi jemput kan?”
“Oke, 30 menit
lagi aku sampai sana”
Saya menuju
pintu keluar 1 dan 2 di KLIA 1. Endah sudah ada diseberang jalan. Setelah masuk
mobil, saya bercerita banyak ke Endah. Dimulai dari telat check-in waktu
berangkat waktu itu dan minta maaf karena tidak bisa mengirim pesan saat
berhasil masuk pesawat. Tentu saja, cerita tentang boarding pass yang tertukar.
13 Juni 2016
Balik lagi ke
Bandara naik bus. Waktu beli tiket, petugasnya tidak punya kembalian. Saya mencari
orang yang bersedia menukar uang. Entah kenapa orang disana sedang tidak ada
uang kecil. Jadinya saya harus cari lagi. tapi belum ketemu. Saya kembali lagi
ke tempat pembelian tiket, tetap belum ada kembalian. Cuma kurang seringgit,
yasalam.
Tiba-tiba ada
seorang ibu yang bersedia menukarkan uangnya. Saya beri beliau 20 ringgit dan
di tukar dengan 2 lembar 10 ringgit. Tapi masih kurang. Harus mencari 1 ringgit
10 lembar. Lalu ada seorang bapak baik hati, mengambil dompet koinnya dan memberikan
saya 2 koin 50 sen.
“dah cukop”,
kata bapaknya.
“waaaah,
terima kasih pak”
Bus melaju
dari KL central ke KLIA 2. Pagi itu, saya merasa ngantuk sekali kayaknya efek
jetlag. Padahal kalau jalan sendirian enggak boleh tidur, tapi kali itu saya
benar-benar tertidur. Waktu bangun, sudah di KLIA 2 saja. Alhamdulillah enggak
ada barang yang hilang. Allah yang jaga :)
15.15 PM
penerbangan dengan pesawat AirAsia KL-JOG
Penerbangan
terakhir, saatnya pulang dan menulis cerita tentang semua hadiah-hadiah dari Allah ini.