Sebuah ruangan di Ulen Sentalu yang penuh dengan puisi-puisi untuk putri Tineke(Nama Eropa Beliau), GRAj Koes Sapariam. Ada sekitar 29 puisi yang ditulis oleh teman-teman putri Tineke, baik dari kakaknya, temannya di Eropa dan temannya yang sesama putri. Saat itu, putri Tineke mencintai seorang pangeran. Namun, ibunya tidak merestui hubungan mereka. sehingga membuat putri Tineke sedih. Kesedihan beliau menarik simpati temannya sehingga membuat puisi-puisi untuk beliau agar beliau kuat dan tabah. Tak lama kemudian, kesabaran putri Tineke menjawab cintanya. Saat kakaknya, Pangeran Boby (nama eropa beliau) naik takhta, maka beliau menikahkan adiknya, putri Tineke dengan seorang pangeran yang dicintai adiknya tersebut. Pada saat itu, ibunya tetap masih belum merestui hubungan mereka. Namun, putri Tineke tetap mencoba meminta restu dari ibunya. Takdir cinta memang tidak ada yang tahu. Dalam usia 53 tahun, putri Tineke wafat bahkan mendahului ibunya...
Di bandara Schipol Amsterdam, akhirnya saya bertemu dengan teman, Inna (UGM) dan Lucky(UNAIR). Walaupun sama-sama dari Indonesia, tapi pertemuan pertama kami adalah di Amstredam. Setelah berkumpul, saatnya menuju kota Eindhoven. Kami akan mengunjungi kak Alifah Syamsiah, yang biasa dipanggil kak Lili. Beliau adalah kakak seperguruan di Asrama PPSDMS yang sekarang sedang menjadi mahasiswa PhD di TU/e (Technologycal University of Eindhoven). Saat itu, saya dan inna sudah memiliki tiket kereta menuju eindhoven seharga 7 euro yang dibelikan oleh kak Lili melalui group ticket. Sedangkan Lucky belum punya tiket, sehingga ia harus membeli tiket kereta di counter station seharga 25 euro. Transportasi antar kota di Belanda tergolong mahal, namun ada beberapa cara untuk berhemat, misalnya dengan membeli tiket melalui grup ticket atau beli di supermarket seperti HEMA atau Albert Heijin yang sering mengadakan promo. Jadi ingat, dulu pernah ba...
Rasanya sudah berjalan terlalu jauh, tapi sayang ada banyak hal yang terlewat untuk dikenang. Sebanarnya beberapa tahun terakhir, aku tetap menulis dengan platform lain, sebut saja instagram. Namun, semakin kesini, apa yang diinginkan oleh si pembuat sosial media tidak sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Bagiku menulis adalah cara untuk healing, cara untuk bersyukur, dan cara mengikat cerita perjalanan diri. Menulis di instagram saat ini, terasa kurang menyenangkan karena bisa menimbulkan judgement dari orang lain , misalnya aku khawatir saat menceritakan hal bahagia ada orang lain yang tidak bisa ikut bahagia karenanya, lalu saat sedih, ada yang ikut sedih. Padahal, kalau mau menulis yaa menulis saja, tidak perlu overthingking. Tapi, dasar aku memang sukanya overthinking.... Lalu, yang menjadi algoritma instagram itu adalah bagaimana kita bisa memahami orang lain. Semakin tulisan kita related to kehidupan orang lain, maka semakin banyak yang baca. Nah, bagian ini pun kurang ...